GURU PANGGILAN HATI ATAU CITA-CITA?

Kupandang bangunan yang ada di depanku tanpa kata yang keluar dari benakku. Inilah bangunan yang sampai kini saya berada di dalamnya, boleh dikatakan inilah rumah keduaku setelah rumahku sendiri. Puji syukur kepada Allah SWT yang bisa saya ucapkan dengan lirih setiap saat. Inilah saya sekarang, “Guru”. Profesi yang tidak pernah menjadi cita-citaku tapi kini saya seorang guru Sekolah Dasar. Allah telah mengarahkan dan membimbingku ke profesi yang sangat hebat bagiku.

            Pengalaman masa kecil, dimana orangtua sering menyuruhku mengajari kelima adik-adikku yang akhirnya membawaku menjadi guru. Dulu entah kenapa saya yang harus mengajari adik-adikku dalam belajar?.Dengan sikap malas dan ogah-ogahan saya terpaksa menuruti orangtua untuk mengajari mereka yang kenyataannya jenjang mereka berbeda-beda. Bagaimana saya harus mengajari mereka yang berbeda jenjang?yang satu TK, SD kelas 2, SD kelas 4, SD kelas 5, dan saya sendiri ketika itu masih kelas 1 SMP di Surabaya. Mau menangis rasanya semua harus saya tangani dalam waktu yang bersamaan. Tidak ada papan tulis untuk menulis, dengan tidak hilang akal kalender saya balik menjadi papan tulis untuk yang SD kelas 2 dan 4, adik yang TK menulis di buku halus dengan tulisan yang font hurufnya 14, sedangkan adik yang kelas 5 menggunakan lemari makan kayu yang dapat kutulis dengan kapur tulis ketika itu. Dalam waktu yang bersamaan saya dapat mengajari kelima adikku sekaligus, jadi adil menurutku. Bagaimana dengan tugas-tugasku? Saya mengalah belajar setelah mengajari mereka, capek memang tetapi semua itu saya nikmati karena memang hampir setiap hari saya lakukan. Lucu, itu yang ada dalam hatiku sekarang bila mengingat semuanya. Meskipun berat, tetapi saya pun dapat menyelesaikan tugas-tugasku dengan baik, kecuali pelajaran bahasa Jawa(daerah) yang memang saya tidak bisa sama sekali ketika saya kecil. Dari kecil saya dan adik-adik harus mengikuti orangtua yang selalu berpindah-pindah kota dan pulau, karena tugas bapak yang bekerja di salah satu bank pemerintah. Berat bagi bapak yang mempunyai 7 anak plus ibu dan pembantu rumah tangga ketika itu. Jarak kelahiran kami terpaut setahun sampai dua tahun, jadi terlihat masih kecil-kecil sekali. Kakak yang introvert tidak bisa mengajari adik-adik termasuk saya karena takut saja(segan karena pendiam sekali), padahal kakak sangat pandai sekali dalam bidang akademik dan selalu berprestasi. Terkadang membuatku iri dengan segala kepandaian yang dia punya. Karena merasa tidak begitu pandai seperti kakak, saya sering menolak mengajari adik-adik pada awalnya; tetapi kasihan juga melihat mereka merengek-rengek minta diajari mengerjakan PR. Kata mereka kalau diajari kakak saya tidak paham apa yang diterangkan. Jadi dari alasan itulah saya merasa dibutuhkan oleh adik-adik saya, dan saya anggap mainan sekolah-sekolahan agar tidak menjadi beban untuk saya. Alhamdulillah semua berjalan lancar berkat bimbingan Allah SWT juga.

            Setelah lulus kuliah di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Malang tahun 1992(wisuda 1993), saya berniat bekerja di konsulat atau perusahaan asing di Surabaya atau Daerah Malang. Banyak lamaran yang kutulis dan kukirim entah tidak saya hitung. Menunggu dengan harapan dipanggil atau mendapat surat balasan ketika itu. Ada beberapa yang sempat saya ikuti testnya tetapi di tahap wawancara selalu gagal karena ada satu pertanyaan yang selalu saya jawab TIDAK AKAN yang membuatku tidak diterima. Melepas jilbab hanya untuk bisa diterima di kantor tersebut, sampai kapanpun tidak akan pernah. Nah, lamaran menjadi guru bimbingan belajar yang selalu menerima saya, padahal itulah pilihan terakhir saya bila bekerja di perusahaan atau kantor tidak diterima. Tragis kesannya, tetapi jujur inilah kenyataannya yang kualami.  

Guru SD Islam Mohammad Hatta tidak pernah terbayang di pikiran saya. Saya tinggal di sekitar sekolah . Pembangunannya juga saya mengetahuinya dengan baik dari pondasi sampai berdiri megah satu lokasi dengan masjid Mohammad Hatta yang setiap bulan Romadhon dan sholat Idul Fitri dan Idul Adha pasti sholat di masjid tersebut. Dan saya pun tidak pernah berniat melamar menjadi guru di sini ketika itu karena setelah menikah saya berhenti bekerja dan fokus mengurus keluarga. Setiap hari saya melewati sekolah ini, dan ketika SDI Mohammad Hatta sudah dibuka dan sudah menerima 10 murid pun saya tahu, karena anak-anak sering belajar di aula dan terlihat dari jalan sekitar sekolah. Saya bergumam dalam hati, sekolah baru dengan 10 murid, kasihan sekali dan guru yang tampak hanya 2 orang ketika itu. Sepi dan entah bisa berkembang berapa tahun lagi pikir saya.

            Seiring berjalannya waktu pada tahun 2004, hari Jumat sore saya mendapat telpon dari Pak Toha pegawai TU SDI Mohammad Hatta bahwa saya diminta ketua yayasan YANAIKA untuk datang ke SDIMH hari Sabtu pukul 08.00 untuk wawancara. Saya kaget dan heran bagaimana beliau mengetahui nomor telpon rumah saya, dan lebih kagetnya lagi saya tidak pernah melempar lamaran guru di sekolah tersebut. Setelah beliau menerangkan bagaimana mendapatkan nomor saya dan alasan menyuruh saya datang besok pagi, saya baru menyadari bahwa inilah saatnya saya bertindak dan bangkit melihat masa depan saya setelah sekian tahun vakum mengajar. Memang kalau dudah panggilan hati yang paling dalam tidak dapat dihapus atau dihilangkan begitu saja. Ketua yayasan mewawancara saya face to face,  keputusannya langsung dan sempat mengagetkan saya. Hari Senin saya diminta mengajar kelas 1 dan 2 untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Dari awal cerita ini, saya mulai menjadi guru di SDI Mohammad Hatta. Banyak cerita yang saya alami, suka duka menjadi guru juga banyak menggembleng saya untuk lebih tegar dan belajar lebih giat lagi. Amanah Allah (peserta didik) sangat beragam dan dari peserta didiklah saya banyak belajar karakter yang berbeda-beda. Semoga cerita ini menjadikan saya tidak ujub(sombong), tetapi menjadi inspirasi bagi semua orang bahwa guru itu bukan cita-cita tetapi panggilan hati yang paling dalam dan tidak dapat dinilai apapun, itu yang saya rasakan. Kepuasan batin melihat peserta didik dapat berkembang dengan karakter, akhlak yang baik, dan merasa puas dan nyaman bersekolah di sekolah ini. Mengingat kenangan bersama para alumni SDIMH membuatku tersenyum sendiri. Bagaimana tidak dari mereka yang tidak dapat membaca ketika awal mendaftar sampai lulus dan sekarang mungkin sudah bekerja atau berkeluarga, membuat saya bahagia. Apalagi bila kami guru-guru lama dikunjungi mereka, bahagia sekali. Saya berharap dimanapun mereka berada semoga sukses dan diberi kemudahan oleh Allah SWT, Kami selalu terbuka menerima kunjungan mereka ke sekolah yang kita cintai bersama .Semoga tulisan ini bermanfaat bagi orang lain, Aamiin. Semoga saya bisa istiqomah dan tetap dapat mendidik dan mendampingi peserta didik sampai lulus dengan baik.

One Reply to “GURU PANGGILAN HATI ATAU CITA-CITA?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *